Tahukah Konco Cerito, siapa yang termasuk anak generasi Alpha? Mengutip laman resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, memang terdapat beberapa penggolongan generasi, antara lain:
- Pertama, ada generasi Baby Boomer yang lahir pada tahun 1946-1964.
- Kedua, generasi X yang lahir pada tahun 1965 hingga 1980.
- Ketiga, generasi Y atau Milenial mereka yang lahir pada tahun 1981 hingga 1996.
- Keempat, generasi Z adalah mereka yang lahir pada tahun 1997 hingga 2009.
- Kelima, generasi Past Gen Z atau Alpha yakni mereka yang lahir setelah tahun 2010.
Kategori anak generasi Alpha merupakan anak yang dikelilingi oleh pesatnya perkembangan teknologi. Generasi Alpha memiliki tingkat pemahaman yang lebih dalam pengetahuan dan keterampilan di bidang teknologi dan informasi, dibandingkan dengan generasi sebelumnya.
Dengan karakteristik yang berbeda tersebut, maka perlu adanya penyesuaian terkait pola asuh dan stimulasi yang diberikan oleh orang tua. Hal yang perlu dipahami oleh orang tua dari anak generasi Alpha adalah pentingnya mengenali karakter dan potensi yang dimiliki anak sejak usia dini.
Ketika orang tua sudah bisa mengenali karakter dan potensi anak maka orang tua bisa memberikan pola asuh dan stimulasi yang sesuai.
Mengapa penting untuk mengenali karakter dan potensi anak generasi Alpha? Generasi Alpha akan berhadapan dengan lingkungan masa depan yang dinamis. Generasi Alpha ini akan memerlukan keterampilan khusus agar bisa beradaptasi. Stimulasi yang sesuai dengan potensinya akan membuat mereka memiliki keterampilan khusus di bidang tertentu yang mampu membuatnya beradaptasi di masa depan.
Orang tua pun perlu mendukung mereka agar bisa menghadapi tantangan di masa depan dengan menanamkan karakter seorang pembelajar sepanjang hayat sehingga mereka bisa beradaptasi dengan perkembangan yang ada.
Lalu, bagaimana cara mengenali karakter dan potensi anak generasi Alpha? Berikut adalah beberapa tips untuk membantu kita dalam mengenali karakter dan potensi anak generasi Alpha.
- Melakukan observasi yang detail saat memberikan stimulasi. Observasi ketertarikan anak terhadap aktivitas yang sedang ia lakukan, perhatikan rentang konsentrasinya saat beraktivitas, perhatikan daya tangkap anak dan keinginannya ketika anak sedang mempelajari aktivitas yang diberikan saat stimulasi.
- Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak untuk eksplorasi aktivitas yang beragam. Hal ini akan memberikan banyak pengalaman dan keterampilan bagi anak generasi Alpha. Pengalaman dan keterampilan inilah yang akan membantu mereka beradaptasi di masa depan.
- Memberikan stimulasi lebih intensif terhadap apa yang disukai. Stimulasi yang lebih intensif terhadap apa yang mereka sukai akan semakin memperkuat Minat belajarnya sehingga menjadi karakter pembelajar yang terbawa hingga mereka dewasa.
- Memberikan apresiasi pada proses yang dilakukan anak bukan pada hasil akhirnya. Anak akan senang jika mendapatkan apresiasi pada apa yang telah ia usahakan. Ingat ya Ayah Bunda, meski pada hasil akhirnya kurang memuaskan, tapi yang terpenting adalah bagaimana anak telah berusaha. Jadi, tidak ada salahkan mengapresiasi pada proses yang telah dilakukan anak.
Minat belajar setiap anak tentu berbeda. Hindari membandingkan kemampuan anak kita dengan anak lain. Sebagai orang tua, kita perlu memahami kebutuhan anak serta lebih dekat dengan anak. Bangun komunikasi yang positif sehingga kita bisa mengenali karakter dan kemampuan anak kita.
Pendidikan Menurut Islam
Sayyidina Ali bin Abi Thalib, R.A. adalah salah satu tokoh penting dalam sejarah Islam. Selain menjadi Khalifah keempat dalam Khulafaur Rasyidin, Sayyidina Ali juga dikenal sebagai seorang ayah yang bijaksana dalam mendidik anak-anaknya.
Sayyidina Ali pernah menekankan, "Didiklah anakmu sesuai zamannya, karena dia hidup bukan di zamanmu".
Dalam mendidik anak-anaknya, Sayyidina Ali mengedepankan keteladanan dan komunikasi yang baik. Ia memberikan contoh yang baik dalam perilaku dan karakter, sehingga anak-anaknya dapat melihat langsung bagaimana ayah mereka menjalankan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Beliau juga senantiasa berkomunikasi dengan anak-anaknya, mendengarkan pendapat mereka, dan memberikan nasihat yang bijaksana. Hal ini menciptakan ikatan emosional yang kuat antara Ayah dan anak-anaknya, serta memperkuat pemahaman mereka tentang agama dan moralitas. Selain itu beliau menggunakan metode pengajaran yang berbeda sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik anak-anaknya. Ia mengamati kecenderungan dan bakat masing-masing anak, dan memfasilitasi pengembangan mereka dalam bidang yang sesuai.
Mendapatkan Keberkahan Ilmu
Ada juga syair yang ditulis oleh Sayyidina ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu., dua bait syair yang artinya: “Ingatlah! Engkau tidak akan mendapatkan ilmu kecuali dengan memenuhi enam syarat. Saya akan beritahukan keseluruhannya secara rinci. Yaitu: Kecerdasan, kemauan, sabar, biaya, bimbingan guru dan waktu yang lama.”
1. Kecerdasan
Ulama membagi kecerdasan menjadi dua yaitu: yang pertama, muhibatun minallah (kecerdasan yang diberikan oleh Allah). Contoh, Seseorang yang memiliki hafalan yang kuat. Yang kedua adalah kecerdasan yang didapat dengan usaha (muktasab) misalnya dengan cara mencatat, mengulang materi yang diajarkan, berdiskusi dll.
2. Bersungguh-sungguh
Barang siapa yang bersungguh-sungguh, maka ia akan mendapatkan kesuksesan. Begitu pula dalam menuntut ilmu, kesungguhan adalah salah satu modal untuk menguasai ilmu yang sedang kita pelajari. Pepatah mengatakan: Man Jada wa Jadda “Siapa bersungguh-sungguh pasti dapat”.
3. Kesabaran
Sabar dalam menuntut ilmu dibutuhkan kesabaran, sabar dalam belajar, sabar dalam diuji, sabar dalam segala hal yang kita alami dalam proses menuntut ilmu, sabar dalam menjalani hukuman sekalipun jika ada. Hidup ini adalah ujian pasti Allah akan uji kesungguhan kita dalam menuntut ilmu, jikalau kita lolos dalam menjalaninya maka kita akan dinaikan tingkat kita dari yang sebelumnya. Pepatah mengatakan, “Orang yang cerdas adalah orang yang tidak akan pernah berhenti belajar.
4. Biaya / Bekal
Dalam menuntut ilmu tentu butuh biaya (bekal), tidak mungkin menuntut ilmu tanpa biaya (bekal). Contoh para imam, Imam Malik menjual salah satu kayu penopang atap rumahnya untuk menuntut ilmu. Imam Ahmad melakukan perjalanan jauh ke berbagai negara untuk mencari ilmu. Beliau janji kepada Imam Syafi’i untuk bertemu di Mesir akan tetapi beliau tidak bisa ke Mesir karena tidak ada bekal. Seseorang untuk mendapat ilmu harus berkorban waktu, harta bahkan terkadang nyawa.
5. Bimbingan Guru
Salah satu hal yang paling penting dalam menuntut ilmu adalah bimbingan dari seorang guru. Terlebih belajar ilmu, haruslah sesuai dengan bimbingan guru. Belajar janganlah secara otodidak semata, karena akan menjadi bahaya jika salah memahami suatu ilmu. Dikarenakan begitu pentingnya bimbingan guru, maka kita haruslah menghormati dan memuliakan guru. Hal ini semata-mata untuk mendapatkan ridho guru yang pada akhirnya akan mengantarkan kita kepada Allah.
6. Waktu Yang Lama
Dalam menuntut ilmu butuh waktu yang lama. Tidak mungkin didapatkan hanya dalam hitungan bulan saja. Imam Al-Baihaqi berkata:”Ilmu tidak akan mungkin didapatkan kecuali dengan kita meluangkan waktu”. Imam Al-Qadhi ditanya: “Sampai kapan seseorang harus menuntut ilmu?” Beliau menjawab: ”Sampai ia meninggal dan ikut tertuang tempat tintanya ke liang kubur.”
0 Komentar